DARI K-POP HINGGA BISNIS BATU BARA

Bagi sebagian orang, kata K-Pop bisa jadi merujuk pada dunia anak muda yang menfokuskan diri pada persoalan musik dan gaya hidup. Pemikiran tersebut sepertinya tidak sepenuhnya benar, jika dilihat dari gerakan para penggemar K-Pop yang kini sudah mengalami pergeseran.

Penampilan “pria cantik” beserta lagu-lagu hits yang dilantunkan para bintang K-Pop bukan lagi menjadi fokus utama bagi para fansnya. Munculnya gerakan K-Pop4Planet menandai babak baru gerakan anak muda yang tidak sekedar mencintai bintang idola mereka, tetapi juga mencintai bumi. Melalui gerakan tersebut para fans K-Pop menggaungkan kampanye tentang perubahan iklim.

Gerakan yang lahir tahun 2021 itu, terus menancapkan pengaruhnya tidak hanya pada industri hiburan. K-Pop4Planet terbukti berhasil mempengaruhi keputusan dunia bisnis, salah satunya adalah bisnis batu bara. Kampanye “Hyundai Drop Coal” yang baru-baru ini diluncurkan adalah bukti “cawe-cawe” komunitas tersebut dalam menentukan kebijakan bisnis korporasi.

Dilansir dari mediaindonesia.com (2/4/2024), lebih dari 11 ribu lebih fan K-pop menandatangani petisi yang  mendesak perusahaan mobil Hyundai untuk mundur dari kesepakatan dengan Adaro yang masih menggunakan batu bara untuk produksi bahan baku mobil listrik. Petisi tersebut membuahkan hasil, setelah Hyundai Motor Company mengumumkan mundur dari kesepakatan pembelian aluminium dari proyek smelter Adaro Minerals di Kalimantan Utara, Indonesia.

Kesuksesan gerakan K-Pop4Planet itupun menambah daftar panjang banyaknya tantangan yang menempatkan industri pertambangan pada posisi yang semakin sulit. Industri pertambangan,khususnya batu bara tidak hanya dihadapkan pada isu sosial dan politik, seperti persoalan indigeneous people, pembebasan lahan, hingga kebijakan pemerintah yang terus berubah-ubah. K-Pop4Planet seolah menjadi bentuk LSM baru yang akan terus membayangi perkembangan industri pertambangan.

Tambang: Dihujat dan Diharap

Kehadiran industri tambang sesungguhnya bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, industri tambang selalu dilihat sebagai industri yang mebahayakan bahkan merugikan. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri, kehadiran industri ini telah berkontribusi sangat besar pada negara dan masyarakat. Kontribusi tersebut diwujudkan dalam empat komponen, seperti pajak, royalti, profit sharing, dan yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kontribusi melalui program CSR.

Dikutip dari laman esdm.go.id (15/1/2024), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor ESDM tahun 2023 mencapai Rp300,3 triliun atau 116% dari target yang ditetapkan sebesar Rp259,2 triliun. Nilai tersebut hanyalah satu kontribusi dari empat komponen yang telah disebutkan di atas.  Bagi pemerintah daerah, khususnya daerah yang di dalamnya terdapat industri pertambangan, kontribusi industri tambang terlihat sangat nyata. Di Kabupaten Kutai Timur misalnya, laju pembangunan yang cukup signifikan tidak bisa dilepaskan dari kehadiran industri tambang, salah satunya adalah PT Kaltim Prima Coal.

Ardiansyah Sulaiman, Bupati Kutai Timur dalam pidato laporan pertanggungjawaban kinerja 2022 menegaskan “PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas tahun 2022 sebesar Rp 211,09 triliun atau naik sebesar 55,92 persen dari tahun 2021. Meningkatnya PDRB didorong oleh pertumbuhan di sektor pertambangan dan penggalian yang masih dominan menyumbangkan kontribusi sebesar 85,09 persen” (dikutip dari kutaitimurkab.go.id, 30/3/2023).

Selain PDRB, kontribusi industri tambang dalam bentuk CSR juga menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Sejumlah perusahaan tambang yang ada di kabupaten Kutai Timur ini terlibat langsung dalam program peningkatan kesejahteraan masyarakat yang digulirkan dalam bentuk program fisik maupun non fisik.

Dua wajah dunia pertambangan tersebut menjadi fakta tak terbantahkan bahwa di luar dampak negatif industri pertambangan ada sisi positif yang berkontribusi pada kehidupan manusia. Untuk menyeimbangkan hal tersebut dibutuhkan kebijakan lebih tegas yang mengarah pada optimalisasi dampak positif dan minimalisasi dampak negatif.

Salah satunya dengan kebijakan ketat terkait ijin penambangan. Sebab, mudahnya pemberian ijin menambang kepada pihak-pihak tertentu berpotensi munculnya praktik penambangan yang tidak bertanggungjawab. Pengetatan tersebut sekaligus menjadi upaya pembatasan jumlah tambang, sehingga dampak kerusakan alam akibat penambangan tidak semakin meluas.

Di sisi lain,  pengawasan terhadap praktik penambangan yang sudah berjalan, seperti kewajiban reklamasi harus ditingkatkan agar kerusakan bumi seperti yng dikhawatirkan para fans K-Pop bisa diminimalisir.

error: Content is protected !!