“Sexy Killers” dan Tantangan Komunikasi Industri Pertambangan
Dunia pertambangan pernah digemparkan oleh sebuah film dokumenter yang bertajuk “sexy killers”. Film garapan watchdoc itu tayang untuk kali pertama tanggal 5 April 2019 silam. Berdurasi 88 menit, film itu mencoba mengulas pertambangan batubara dari berbagai perspektif. Dari mulai dampak tambang bagi lingkungan dan kehidupan manusia, khususnya rakyat kecil, hingga persoalan dibalik bisnis emas hitam itu.
Film yang sesungguhnya bisa dilihat dari berbagai perspektif itu, tidak serta merta membawa publik mencoba menganalisa dari berbagai sudut pandang, termasuk sudut pandang politik. Publik lebih suka menarik kesimpulan bahwa industri pertambangan merusak lingkungan.
Hal itu tidak salah, karena penggambaran betapa mengerikannnya dampak pertambangan memang dipaparkan di bagian awal. Dari mulai rusaknya lingkungan hingga tewasnya sejumlah bocah di bekas lubang tambang tergambar jelas pada menit-menit pertama. Durasi yang cukup panjang barangkali tidak sempat ditonton pemirsa hingga akhir film.
Sekali lagi ini adalah film dokumenter bukan sinetron yang mampu menyeret pemirsanya duduk dalam waktu berjam-jam demi melihat akhir ceritanya. Alhasil, opini yang beredar pun seolah satu suara. Kehadiran tambang batubara berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesengsaraan rakyat kecil.
Penggambaran tambang yang seperti itu, sejatinya sudah ada jauh sebelum sexy killers muncul. Bedanya, penggambaran kali ini terstruktur dan jangkauan edarnya juga sangat luas karena memanfaatkan jaringan sosial media. Bahkan sejumlah pihak juga sempat menggelar acara nonton bareng. Film yang diunggah di youtube 13 April 2019 itu, juga sempat menjadi topik diskusi di sejumlah kampus.
Penyuguhan informasi secara terus menerus tentang dampak negatif tambang, sejatinya sebuah tantangan tersendiri bagi industri pertambangan. Apakah industri pertambangan akan membiarkan opini tersebut mengalir begitu saja? Atau perlu sebuah upaya tertentu agar cerita yang beredar tentang seramnya efek pertambangan diimbangi dengan cerita indah kontribusi tambang? Tentu saja, semua keputusan kembali kepada insan-insan yang berada di industri tersebut.
Antara Musibah dan Berkah
Melihat tambang sesungguhnya tidak bisa dari satu sisi semata, bahwa dampak yang ditimbulkan adalah negatif. Apalagi kalau yang dijadikan dasar adalah praktik penambangan yang bersifat illegal, yang kecenderungannya tidak sesuai regulasi pertambangan yang ada. Informasi seperti ini tentu akan sangat merugikan sejumlah tambang yang notabenenya melakukan penambangan dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan aturan yang berlaku. Bagi tambang jenis ini, “good mining practice” menjadi spirit tersendiri agar industri tambang bisa berjalan secara berkelanjutan. Penanganan lingkungan, keselamatan, hingga implementasi hak asasi manusia menjadi bagian tak terpisahkan dari praktik penambangan yang mereka lakukan.
Pembicaraan “good mining practice” barangkali kurang menarik bagi pihak yang terlanjur beropini negatif tentang tambang. Karena tambang selalu akan dilihat sebagai sebuah aktifitas yang membawa musibah, khususnya bagi persoalan lingkungan. Jika kita cermati lebih dalam, sesungguhnya dibalik musibah itu terkandung berkah yang bisa dirasakan banyak pihak.
Diakui atau tidak, industri pertambangan berkontribusi sangat besar bagi pembangunan dalam arti luas. Industri ini menyumbang pendapatan negara dalam jumlah yang tidak kecil. Pendapatan tersebut dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), seperti royalti dan iuran tetap lainnya.
Gambaran besarnya PNBP pernah disampaikan Ignasius Jonan, Meneteri ESDM pada acara Indonesian Mining Awards (IMA) 2018. Jonan mengatakan PNBP sektor Mineral Batubara tahun 2018 melampaui target. Pada periode 31 Agustus 2018 realisasi PNBP Minerba mencapai 32,2 triliun lebih besar dari target APBN yang dipasang di angka 32,09 triliun (sumber: Kontan.co.id).
Kontribusi industri pertambangan tidak berhenti pada pajak dan PNBP. Sejumlah perusahaan tambang juga menggelontorkan dana dalam jumlah milyaran rupiah setiap tahunnya untuk kesejahteraan masyarakat sekitar tambang melalui program CSR. Data tersebut tersaji lengkap dalam laporan keberlanjutan tiap perusahaan.
Jika kita menengok laporan keberlanjutan itu, nampak bahwa sejumlah perusahaan tambang menaruh kepedulian sangat tinggi terhadap masyarakat. Berbagai program lingkungan dan sosial pun ditangani secara maksimal, seperti kesehatan, pendidikan dan keterampilan, infrastruktur, pertanian, hingga pelestarian budaya lokal.
Sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah melihat pendapatan asli daerah (PAD) sejumlah daerah yang dalam wilayahnya terdapat industri pertambangan. Hingga saat ini sektor pertambangan masih menjadi primadona bagi pendapatan daerah tersebut, dibanding sektor lain.
Melihat realita tersebut, alangkah bijaknya jika kita mampu melihat tambang dengan cara yang lebih berimbang. Di satu sisi, tambang memang membawa musibah. Namun kita tidak bisa menutup mata bahwa dibalik musibah itu masih ada segudang berkah. Lantas apa yang harus dilakukan industri pertambangan agar pembicaraan tentang tambang tersaji secara berimbang?
Strategi Komunikasi Pertambangan
Dalam buku Crisis Communication A Stakeholder Approach karya Ndlela (2019, p. 26), Ferguson menulis bahwa hidup di era informasi, organisasi dituntut untuk mampu mengkomunikasikan aktivitasnya kepada para stakeholder. Persoalannya adalah saluran komunikasi mana yang umumnya digunakan oleh organisasi, khususnya perusahaan tambang yang kental dengan terjangan issue negatif.
Sejumlah perusahaan nampak lebih senang memanfaatkan komunikasi formal dalam membentuk reputasi perusahaan. Mengikuti ajang penghargaan, membuat advertorial, dan ceremony formal lainnya untuk mengkampanyekan diri sebagai perusahaan yang baik. Hal lainnya yang kerap dilakukan adalah meletakkan tanggungjawab kampanye perusahaan hanya kepada staf PR. Dilihat dari sisi mandatori, kampanye perusahaan untuk menaikkan reputasi perusahaan memang bagian tugas PR. Semua langkah formal tersebut tentu saja tidak salah karena pengakuan formal juga sesuatu yang penting.
Masalahnya adalah seberapa besar publik yang terlibat dalam langkah formal tersebut? Berapa besar pula ketertarikan publik dengan suguhan kampanye model tersebut? Hal yang lebih miris adalah ketika kampanye itu justru menimbulkan opini yang tidak diharapkan. Misalnya, munculnya pendapat yang menganggap bahwa penghargaan adalah sesuatu yang bisa dibeli dan dinegosiasi. Iklan berita adalah sesuatu yang direkayasa dan lain sebagainya.
Kita kadang lupa bahwa obrolan warung kopi justru lebih memiliki kekuatan membentuk opini publik. Jika ini menjadi salah satu cara penyaluran informasi, maka perusahaan tambang harus bisa menjadikan seluruh karyawannya sebagai PR yang bisa menjadi juru bicara perusahaan. Aktivitas karyawan yang tersebar di berbagai area kehidupan justru bisa menggapai seluruh lapisan masyarakat.
Persoalannya adalah banyak perusahaan yang masih kurang terbuka dengan karyawannya sendiri. Ketika sebuah issue muncul misalnya, langkah yang diambil kadang justru berusaha menutupi agar issue itu tidak sampai kepada karyawan. Hal lainnya adalah perusahaan kurang memberikan informasi kontribusi apa yang sudah diberikan perusahaan untuk pembangunan.
Padahal ketika karyawan mendapatkan pengetehuan tentang hal tersebut, barangkali mereka bisa meluruskan ataupun memberikan pandangan lain ketika obrolan negatif muncul. Disinilah pentingnya pelibatan karyawan dalam mekanisme komunikasi perusahaan.
Selain saluran komunikasi, hal yang perlu diperhatikan adalah cara menanggapi issue. Sejumlah perusahaan sering mempraktekkan langkah konfrontasi dan pembelaan bahwa perusahaannya tidak seburuk yang diberitakan. Dengan lantang kita akan mengatakan bahwa informasi itu salah. Barangkali langkah ini perlu dikoreksi.
Defense dan konfrontasi tidak akan mengubah opini pihak lain. Langkah ini justru akan mengesankan bahwa kita melakukan pembelaan atas hal-hal yang dianggap menjadi kebenaran umum. Meskipun kebenaran umum itu sendiri sesungguhnya masih membutuhkan pembuktian. Ada langkah elegan yang sebenarnya bisa kita ambil. Perusahaan harus bisa menyajikan informasi dari sudut pandang berbeda, seperti bagaimana pengelolaan tambang yang sudah dilakukan. Selain itu, tunjukkan bahwa kehadiran tambang memiliki kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan, dengan menampilkan data yang akurat.
Dengan memberi gambaran tersebut, informasi yang beredar akan lebih berimbang. Tentu saja, perusahaan tidak bisa memaksa publik dan menentukan opini mereka. Namun demikian, setidaknya langkah ini akan memberi warna berbeda. Ada suguhan lain yang bisa menjadi pertimbangan publik bahwa tambang tidak seburuk yang mereka bayangkan sebelumnya.
Semua langkah itu hanya bisa dilakukan jika tambang menyadari arti penting komunikasi dalam membentuk opini yang berujung reputasi. Sebagai industri yang berada di wilayah rentan issue, khususnya terkait issue lingkungan, ada baiknya industri pertambangan memperkuat bidang corporate communication. Apalagi kita akan memasuki era industri 5,0 yang menyuguhkan lebih banyak tantangan komunikasi. Idealnya perhatian terhadap persoalan produksi dibarengi dengan pembenahan komunikasi. Dengan langkah itu diharapkan opini tentang tambang akan lebih berimbang.