APAKAH PERSONAL BRANDING IDENTIK DENGAN PENCITRAAN?
Di era digital saat ini, membranding diri atau yang biasa dikenal dengan istilah personal branding marak dilakukan oleh sejumlah kalangan. Berbagai cara dilakukan orang agar bisa membranding diri secara optimal. Kehadiran media sosial yang bisa diakses oleh siapa saja menjadi salah satu pemicu maraknya aktivitas tersebut. Sayangnya, bisa jadi tidak banyak yang tahu bahwa personal branding sesungguhnya berbeda dengan tindakan pamer diri atau istilah kerennya ‘pencitraan’.
Oleh karena itu, penting untuk memahami makna personal brand, sebelum kita jauh berbicara tentang personal branding. David McNally dan Karl. D. Speak (2011) dalam buku Be Your Own Brand menjelaskan, personal brand adalah persepsi atau perasaan orang lain tentang diri dan kualitas anda yang akan berpengaruh terhadap relasi seseorang dengan anda. Dari definisi tersebut jelas tergambar bahwa personal brand merupakan sesuatu yang terbentuk dari penilaian orang lain. Personal brand bukan sesuatu yang didasarkan pada apa yang anda katakan tentang diri anda.
Terkait hal itu, Adam Rodricks (2022) dalam bukunya Trigger Fingers; Personal Branding Through Storytelling mengatakan “personal brand is what people say about you when you aren’t in the room”. Pendapat ini terlihat lebih ekstrim. Personal brand tidak hanya terbentuk oleh penilaian orang lain, lebih dari itu, penilaian tersebut baru bisa disebut sebagai personal brand jika diungkapkan di belakang anda.
Berbagai definisi di atas mengindikasikan, aktivitas membranding diri tidak identik dengan membangun citra, yang lebih didasarkan pada apa yang ingin ditampilkan dan dibentuk oleh seseorang. Personal branding juga bukan tentang bagaimana anda menjual diri anda pada orang lain.
Pemahaman tentang personal brand saja belumlah cukup untuk menguatkan brand anda. Ada beberapa hal yang berkontribusi pada brand anda, seperti keyakinan dan komitmen, relevansi, dan konsistensi. Anda harus yakin dan komit dengan nilai-nilai yang akan diusung. Ketika nilai-nilai yang anda bangun sesuai dengan harapan orang lain, maka brand anda akan semakin kokoh. Jika anda sudah berhasil dengan kedua step tersebut, usahakan terus konsisten menjaga nilai-nilai tersebut. Dengan cara itu, maka brand anda akan semakin kokoh.
Brand Building vs Image Building
Untuk melihat apakah seseorang tengah melakukan personal branding atau pencitraan, anda bisa melihat dari apa yang ditampilkan. Pada personal branding, seseorang akan tampil konsisten dengan nilai-nilai yang diyakini dan dibangun. Selain itu, karakter yang ditampilkan juga cenderung asli bukan sebuah kepura-puraan ataupun dikonstruksi demi terlihat baik di mata orang lain. Personal branding dilakukan secara jujur dan terbuka. Artinya seseorang yang melakukan personal branding akan menampilkan diri apa adanya.
Sebaliknya, pada aktivitas pencitraan, seseorang akan dengan mudah berubah baik dalam hal kepribadian ataupun nilai-nilai yang akan diusung. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan tertentu yang ingin dicapai seseorang. Untuk meraih hal tersebut, orang yang melakukan pencitraan akan berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai situasi dan kondisi. Pendek kata apa yang ditampilkan cenderung manipulatif dan ‘by design’. Semua itu dilakukan demi sebuah kesempurnaan sekaligus upaya menutupi kekurangan.
Perbedaan pola pada personal branding dan pencitraan berdampak pada perbedaan output yang dihasilkan. Personal branding akan membentuk reputasi, sedangkan pencitraan sekedar akan membuahkan citra. Reputasi sendiri merupakan sebuah karakter atau kualitas yang dinilai dan diakui oleh pihak lain. Sedangkan citra hanyalah sebuah penilaian sesaat yang bisa berubah sewaktu-waktu.
Media Sosial Sebagai Sarana Personal Branding
Kehadiran media sosial yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat, menjadikan aktivitas personal branding lebih mudah. Orang bisa kapan saja membranding dirinya dengan hanya memainkan jari-jemarinya. Persoalannya adalah banyak pihak yang tidak bijak ketika menggunakan media sosial, akibatnya personal branding yang diharapkan membentuk reputasi seseorang justru berdampak buruk terhadap reputasinya.
Oleh karena itu, sebelum memutuskan melakukan personal branding di media sosial, ada baiknya pahami karakter media sosial. Pertama, media sosial bersifat intertekstualitas, artinya antar teks saling terkait. Jika pembaca terbiasa membaca sepotong-sepotong, bisa berdampak pada pemahaman yang kurang tepat. Kedua, nonlinieraty, artinya bisa jadi hasil yang diharapkan justru berbeda dengan tujuan awal yang ingin dicapai. Hal ini terkait dengan perbedaan perspektif antara penulis dan pembaca. Ketiga, batasan antara penulis dan pembaca tidak jelas. Bisa saja seorang yang awalnya hanya pembaca pada akhirnya juga memproduksi ulang pesan yng ada. Keempat, no gatekeeper, artinya tidak ada orang yang bertugas meluruskan berbagai informasi yang simpang siur ataupun seseorang yang bertugas melakukan editing setiap teks yang ditampilkan. Hal ini berbeda dengan tulisan yang muncul di sebuah media konvensional yang masih ada proses review dari seorang editor.
Selain terkait karakteristik media sosial, anda juga harus memahami karkter audiens. Ada audiens yang sepenuhnya setuju dan membenarkan apa yang anda posting. Namun ada juga auidens yang membenarkan tetapi sekaligus punya opini yang berbeda. Audiens lainnya bahkan bisa jadi menempatkan dirinya beroposisi dan menolak apa yang anda posting.
Dengan pemahaman yang baik terhadap karakteristik media sosial dan audiens, diharapkan langkah anda dalam melakukan personal branding akan tepat. Langkah selanjutnya yang harus anda lakukan adalah pastikan bahwa isi pesan dan jenis media sosial yang dipilih sesuai dengan nilai yang akan anda bangun. Hindari pamer diri berlebihan karena orang justru akan muak membacanya. Jangan pernah menaikkan citra diri dengan cara menjatuhkan orang lain. Karena hal tersebut justru akan menghilangkan kesempatan anda untuk fokus mengenalkan brand yang akan anda usung. Tetaplah fokus dengan nilai-nilai yang akan anda bangun, jangan habiskan energi dan pikiran anda untuk hal-hal yang tidak produktif. Dengan cara tersebut diharapkan aktivitas personal branding yang anda lakukan melalui media sosial membawa hasil yang positif. Publik akan menilai dan menempatkan diri anda sebagai sosok yang layak dihargai, bukan sosok yang layak dicaci maki.