OPTIMALISASI PERAN PUBLIC RELATIONS DALAM MENGAWAL REPUTASI INDUSTRI PERTAMBANGAN

ABSTRAK

Industri pertambangan, khususnya batu bara selalu disorot sebagai industri yang merusak lingkungan. Implementasi good mining practice oleh sejumlah industri tambang terlihat belum mampu mengubah opini tersebut. Bahkan kontribusi industri ini terhadap negara dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), masih belum bisa mendorong publik melihat tambang secara berimbang. Banyaknya program CSR dengan pendanaan besar, juga belum mampu menutup opini negatif yang kerap muncul dalam sejumlah pemberitaan.

Opini negatif publik terhadap kehadiran tambang, berdampak signifikan terhadap reputasi industri ini. Padahal reputasi sebagai intangible asset, memiliki arti penting bagi sebuah korporasi. Reputasi akan berimbas pada perolehan ijin sosial untuk beroperasi. Lantas bagaimana upaya industri pertambangan menjaga reputasinya? Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan optimalisasi peran public relations (PR). Di era komunikasi saat ini, dimana informasi begitu cepat tersebar, PR menjadi bagian penting dalam pembentukan reputasi korporasi. Industri tambang sebagai industri yang sangat rentan dengan issu negatif, sudah seharusnya mengoptimalkan peran PR. PR tidak bisa ditempatkan hanya sebagai bayang-bayang operation, yang tertera dalam struktur korporasi hanya sebagai pelengkap saja.

Paper ini tidak dimaksudkan untuk menguji pengaruh satu variable terhadap variable lain. Dalam paper ini dipaparkan alternatif komunikasi dan penanganan opini publik di industri pertambangan, melalui peran PR. Metode penelitian yang dipilih adalah kualitatif deskriptif. Pemaparan didasarkan pada studi kasus penerapan PR di PT Kaltim Prima Coal (KPC).Ada dua alternatif yang dipaparkan dalam paper ini. Petama, penerapan communication plan dalam bentuk program preventif dan kuratif. Kedua, penerapan model PR berbasis karyawan sebagai agen PR. Tulisan ini juga dimaksudkan untuk melihat dampak langkah PR terhadap pemberitaan media dan kelancaran operasi tambang. Dengan langkah ini diharapkan pemberitaan tentang tambang lebih berimbang, sehingga reputasi industri pertambangan lebih baik di masa mendatang.

Kata kunci: public relations, reputasi, industri pertambangan

ABSTRACT

The mining industry, particularly coal, has always been highlighted as an industry that damages the environment. The implementation of good mining practices by a number of mining industries seems unable to change this opinion. Even the contribution of this industry to the state in the form of taxes and non-tax state revenue (PNBP), still cannot encourage the public to view mining in a balanced manner. The large number of CSR programs with large funding has not been able to close the negative opinion that often appears in a number of reports.

The negative public opinion regarding the presence of mining has a significant impact on the reputation of this industry. In fact, reputation as an intangible asset has an important meaning for a corporation. More specifically, reputation will have an impact on obtaining a social license to operate. So how is the mining industry’s efforts to maintain its reputation? One way that can be taken is by optimizing the role of public relations (PR). In the current era of communication, where information is so fast spreading, PR has become an important part in building a corporate reputation. The mining industry as an industry that is very vulnerable to negative issues, should optimize the role of PR. PR cannot be placed only as part of the operation, which is stated in the corporate structure only as a complement.

This paper is not intended to examine the effect of one variable on another variable. In this paper, an alternative communication and handling of public opinion in the mining industry is presented, through the role of PR. The research method chosen is descriptive qualitative. The presentation is based on a case study of the application of PR in PT Kaltim Prima Coal (KPC). There are two alternatives that are described in this paper. First, the implementation of a communication plan in the form of preventive and curative programs. Second, the application of the employee-based PR model as a PR agent. This paper is also intended to see the impact of PR measures on media coverage and the smooth running of mining operations. With this step, it is hoped that reporting on mining will be more balanced, so that the reputation of the mining industry will be better in the future.

A. PENDAHULUAN

Industri pertambangan, khususnya batubara selalu disorot sebagai industri yang merusak lingkungan. Munculnya film dokumenter “sexy killers” semakin memperkuat tudingan tersebut. Film garapan watchdoc itu mengulas sisi kelam dunia tambang, khususnya terkait kerusakan lingkungan akibat aktifitas penambangan. Tidak hanya memaparkan kerusakan lingkungan. Film itu juga mempertontonkan tewasnya sejumlah bocah di bekas lubang tambang. Hal ini tergambar jelas  pada menit-menit pertama penayangan film dokumenter itu.

Penggambaran tambang yang seperti itu, sejatinya sudah ada jauh sebelum sexy killers muncul. Bedanya, penggambaran kali ini terstruktur dan jangkauan edarnya juga sangat luas karena memanfaatkan jaringan media sosial. Bahkan sejumlah pihak juga sempat menggelar acara nonton bareng. Film yang diunggah di kanal youtube 13 April 2019 itu, juga sempat menjadi topik diskusi di sejumlah kampus.

Sayang film itu hanya menampilkan satu sisi dunia pertambangan. Publikasi yang tak berimbang itu, tentu saja merugikan sejumlah industri pertambangan, khususnya perusahaan yang menerapkan good mining practice. Perusahaan ini umumnya mengedepankan ketaatan pada regulasi dalam melakukan penambangan. Aspek lingkungan, keselamatan, hingga hak asasi manusia baik internal maupun eksternal perusahaan, menjadi perhatian utama.

Melihat tambang, sejatinya tidak bisa hanya dari satu sudut pandang. Jika di satu sisi tambang menimbulkan dampak negatif, disisi lain tambang memberi kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan. Kontribusi tersebut dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), seperti royalti dan iuran tetap lainnya. Pada tahun 2018, PNBP Subsektor Minerba mencapai Rp. 50,01 triliun, melebihi target yang dicanangkan dalam tahun 2018 yakni sebesar Rp. 32.1 triliun. Dengan rincian Rp. 0,5 triliun dari iuran tetap, Rp. 29,8 triliun dari royalti, Rp. 19,3 triliun dari penjualan hasil tambang, dan Rp. 0,4 triliun dari pendapatan jasa tenaga kerja. Capaian tersebut disampaikan Kementerian ESDM melalui siaran pers Nomor 0035.Pers/04/SJI/2019,  9 Januari 2019.

Kontribusi industri pertambangan tidak berhenti pada pajak dan PNBP. Sejumlah perusahaan tambang juga menggelontorkan dana dalam jumlah milyaran rupiah setiap tahunnya. Dana tersebut dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar tambang melalui program CSR. Sebut saja PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur itu mengeluarkan dana hingga 5 juta USD untuk CSR tiap tahunnya. Data tersebut tersaji lengkap dalam laporan keberlanjutan yang disampaikan kepada publik. Ironinya semua yang telah dilakukan industri ini tidak berdampak pada pembentukan reputasi. Industri tambang tetap dipandang sebagai industry yang hanya merusak lingkungan.

Maraknya pemberitaan negatif tentang tambang menuntut Corporate Communication di industri ini membuat perencanaan komunikasi yang tepat. Public Relations (PR) pertambangan harus tampil  menciptakan opini tambang lebih berimbang. Misalnya, membuat publikasi yang menonjolkan kontribusi tambang bagi pembangunan. Industri tambang tidak boleh defense ataupun melakukan sikap konfrontatif ketika ada publikasi yang menyudutkan. Sebab, konfrontasi hanya akan memunculkan kesan bahwa kita melakukan pembelaan atas hal-hal yang dianggap menjadi kebenaran umum.

Di era industri 4.0 ini,  organisasi dituntut mampu mengkomunikasikan aktivitasnya kepada para stakeholder. Persoalannya adalah saluran komunikasi mana yang umumnya digunakan organisasi, khususnya perusahaan tambang yang kental dengan terjangan issue negatif. Sejumlah perusahaan nampak lebih senang memanfaatkan komunikasi formal dalam membentuk reputasi perusahaan. Mengikuti ajang penghargaan, membuat advertorial, dan ceremony formal lainnya untuk mengkampanyekan diri sebagai perusahaan yang baik kerap dilakukan. Tentu saja cara tersebut tidak salah, karena pengakuan formal juga tetap diperlukan.

Persoalannya adalah, sejauh mana efektifitas komunikasi formal itu? Sementara opini buruk tambang terlanjur melegitimasi di berbagai lapisan masyarakat. Industri pertambangan harus memulai mendesain PR model baru, dengan menjadikan semua karyawan sebagai juru bicara perusahaan. Dengan pola PR tersebut, jaringan komunikasi diharapkan lebih merata dan menyentuh semua lapisan masyarakat.

Untuk mengimplementasikan hal ini, syarat mendasarnya adalah komunikasi berbagai program perusahaan harus dilaksanakan secara terstruktur. Komunikasi ke sejumlah stakeholder juga harus dibarengi dengan komunikasi ke internal karyawan. Pemahaman yang menyeluruh terkait apa yang telah dan akan dilakukan perusahaan untuk bangsa dan masyarakat menjadi hal penting. Dengan pemahaman tersebut, karyawan memiliki pengetahuan yang tepat untuk meluruskan informasi yang berkembang di masyarakat.

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan alternatif penanganan komunikasi di industri pertambangan. Ada dua alternatif yang dipaparkan dalam paper ini. Petama, penerapan communication plan dalam bentuk program preventif dan kuratif. Kedua, penerapan model komunikasi berbasis karyawan. Dalam hal ini karyawan difungsikan sebagai agen PR. Lebih lanjut, tulisan ini juga dimaksudkan untuk mengetahu dampak langkah PR terhadap pemberitaan media dan kelancaran operasi tambang. Dengan langkah ini diharapkan pemberitaan tentang tambang lebih berimbang, sehingga reputasi industri pertambangan lebih baik di masa mendatang.

B. LITERATUR

Dalam buku Crisis Communication A Stakeholder Approach karya Ndlela (2019, p. 26), Ferguson menjelaskan, hidup di era informasi,  organisasi dituntut untuk mampu mengkomunikasikan aktivitasnya kepada para stakeholder. Umumnya aktivitas komunikasi sebuah perusahaan dijalankan oleh tim Public Relations (PR). PR memegang peranan penting dalam membangun komunikasi organisasi dengan stakeholdernya. Komunikasi yang baik akan berdampak pada pembentukan reputasi. Reputasi menurut The Penguin English Dictionary dalam Griffin (2014, p. 2) dimaknai sebagai kualitas ataupun karakter yang dilihat, dinilai, dan diakui oleh pihak lain. Oleh karena itu, pengetahuan terkait manajemen PR mutlak diperlukan.

Beragam definisi PR dipaparkan oleh para ahli. Definisi yang paling terkenal disampaikan oleh Grunig dan Hunt (1984) yang dijabarkan oleh Harrison (2011, p.5). PR dimaksudkan sebagai manajemen komunikasi antara organisasi dan publik. Dengan melibatkan publik, diharapkan komunikasi yang dibangun perusahaan sampai ke publik dan bisa diterima dengan baik.

Menurut Gordon (1997) dalam Tench dan Yeomans (2006, p.5) PR is about managing communication in order to build good relationships and mutual understanding between an organization and its most important audiences”.  Kutipan tersebut menggambarkan PR terkait erat dengan manajemen komunikasi untuk membangun hubungan yang baik dan saling pengertian antara organisasi dan auidennya. Dengan hubungan yang baik itu, diharapkan muncul opini dan persepsi yang baik terhadap organisasi.

Selain membina hubungan baik, PR juga berfungsi untuk menyampaikan pesan perusahaan kepada public. Terkait hal ini, Grunig (1984) dalam Harrison (2011, p. 87) membagi PR dalam empat model, yaitu press agentry/publicity, public information, two-way asymmetrical, dan two-way symmetrical.  Model PR mana yang dipilih sangan bergantung pada tujuan komunikasi yang ditetapkan perusahaan.

Ketika sebuah perusahaan ingin melakukan propaganda, maka press agentry/publicity adalah model yang paling tepat. Model ini merupakan komunikasi satu arah tanpa mempertimbangkan kepercayaan publik. Sementara itu, ketika perusahaan bermaksud menyampaikan penyebaran informasi, maka model yang tepat adalah public information. Model ini bersifat satu arah, namun perusahaan tetap mempertimbangkan kepercayaan publik. Jika sebuah perusahaan menghendaki langkah persuasif dalam menyampaikan pesan ke publik. two-way asymmetrical menjadi model yang tepat. Sebaliknya, jika perusahaan menghendaki pola komunikasi yang bersifat mutual understanding, perusahaan harus menggunakan model two-way  symmetrical PR.

Jika dikaitkan dengan merebaknya opini negatif tentang tambang, perusahaan perlu mempertimbangkan pola komunikasi yang tidak hanya searah. Sebab, kesuksesan operasi perusahaan juga sangat dipengaruhi hubungan perusahaan dengan publik, khususnya para stakeholdernya. Seperti dikatakan Ndlela (2019, p. 17) “the central idea in stakeholder theory is that an organization’s success is dependent on how well it manages the relationships with key groups such as customers, employees, suppliers, communities, financiers and others that can affect the realization of its purpose”. Kutipan tersebut menjabarkan kesuksesan organisasi bergantung pada seberapa baik organisasi mengelola hubungan dengan sejumlah kelompok yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi. Mengacu pendapat tersebut, sangat tepat jika model komunikasi dua arah atau two-way symmetrical PR menjadi pilihan bagi perusahaan tambang.

Komunikasi dua arah, harus dilakukan perusahaan sepanjang waktu, tidak hanya ketika perusahaan dihantam issue ataupun krisis. Perusahaan tambang sebagai industri yang memiliki risiko tinggi harus sudah  membangun komunikasi sejak awal. Sebab, risiko yang tidak tertangani dengan baik bisa eskalasi menjadi issue ataupun krisis. Hubungan antara risiko, issu, dan krisis digambarkan dalam bagan berikut:

Dikutip dari slide presentasi corporate communication LSPR, Jakarta by SyafiqB. Assegaff, MA, MD, CBM, IAPR

Jika dikaitkan dengan persoalan risiko, bisnis pertambangan merupakan salah satu jenis bisnis yang memiliki risiko tinggi. Sebab, banyak aktivitas pertambangan yang cukup membahayakan, seperti proses blasting dan munculnya lubang terbuka pasca penambangan. Oleh karena itu, manajemen risiko menjadi hal penting bagi perusahaan tambang. Field (2008) dalam Walaski (2011, p. 7) mengatakan “risk is the probability (or likelihood) that a harmful consequence will occur as a result of an action”. Pendapat Field ini menekankan bahwa risiko adalah probabilitas munculnya bahaya sebagai akibat dari suatu tindakan.

Di era industri 4.0 saat ini, perusahaan bisa memanfaatkan berbagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada publik. Salah satu sarana tersebut adalah media sosial. Keunggulan media ini adalah penyebarannya yang sangat luas dan cepat. Seperti dikatakan Austin at al. (2017, p. 58),

Social media speed the development of critical situations because they enable rapid sharing of information on a hugely unimaginable scale in real time. People use social media to seek updated information on critical situations, to share experiences, and to get emotional support.

Mengacu pendapat di atas, media sosial memiliki berbagai macam keunggulan. Selain sebagai wahana penyebaran informasi yang sangat cepat dan efektif, media sosial juga sarana menciptakan dukungan emosional. Selain memanfaatkan media massa, perusahaan perlu memiliki wacana baru. PR tidak lagi dilihat sebagai tanggungjawab departemen PR semata. Saatnya perusahaan melihat bahwa setiap karyawan adalah PR bagi perusahaannya. Tentu saja ada strategi tersendiri yang harus tetap diperhatikan agar wacana memaksimalkan karyawan sebagai PR berdampak positif bagi perusahaan.

C. Metodologi

Paper ini tidak dimaksudkan untuk menguji pengaruh satu variable terhadap variable lain. Penelitian ini hanya dimaksudkan untuk memaparkan sebuah alternatif komunikasi bagi industri pertambangan. Metode penelitian yang dipilih adalah kualitatif deskriptif. Menurut Nazir (1988, p. 63), metode deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan untuk meneliti suatu sistem pemikiran. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Lebih spesifik, metode deskriptif yang dipilih adalah  Participatory Action Research (PAR). Menurut Koshy (2010), action research is a method used for improving practice. Sedangkan Meyer (2000) mengatakan, “action research’s strength lies in its focus on generating solutions to practical problems and its ability to empower prac­titioners, by getting them to engage with research and the subsequent development or implementation activities.” Mengacu pendapat tersebut, keunggulan action research fokus dalam menemukan solusi untuk masalah-masalah praktis dan kemampuannya untuk memberdayakan praktisi, dengan mengajak mereka terlibat dengan penelitian.

Menurut  Ferrance (2000, p. 9),  ada lima fase dalam penelitian metode PAR. Fase tersebut mencakup identifikasi problem, pengumpulan data, interpretasi data, pengambilan langkah sesuai data, dan evaluasi.  

Penelitian dilakukan di PT Kaltim Prima Coal (KPC) perusahaan tambang yang berlokasi di Sangatta, Kalimantan Timur. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, interview, dan analisa dokumen. Peneliti melakukan observasi dengan mengamati langsung model komunikasi yang diterapkan di perusahaan ini. Untuk memperkuat hasil observasi, peneliti melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan tim PR dan juga kayawan lain yang tidak memiliki mandatori sebagai tim PR. Dokumen yang dianalisa terkait dengan berbagai kegiatan ke-PR-an yang telah dilakukan perusahaan.

Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan pendiskripsian seluruh dokumen. Data penelitian dianalisa dalam tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi data. Penyajian data dilakukan dalam teks naratif. Miles et al. (2014, p.13) mengatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative text”. Kutipan tersebut menggambarkan bahwa penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Langkah PR KPC

PT Kaltim Prima Coal (KPC) merupakan salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di dunia yang terletak di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Wilayah tambang perusahaan ini mencapai kurang lebih 90 ribu hektar. Berdasarkan data Sustainable Report KPC 2019, produksi perusahaan ini di tahun tersebut mencapai 60,9 juta ton.

Sebagai perusahaan besar, sangat memungkinkan perusahaan ini menjadi sorotan publik, khususnya media massa. Berdasarkan data media analisis yang ada, jumlah pemberitaan KPC di media massa Januari-Desember 2019 mencapai 600 pemberitaan. Data tersebut menunjukkan bahwa praktik penambangan KPC berpotensi menjadi issue dan krisis jika tidak dikelola dengan baik. Mengantisipasi hal tersebut, berbagai langkah PR diambil perusahaan ini.  

Langkah tersebut dilakukan mengacu model two-way symmetrical PR. KPC memilih model kampanye dialogis yang melibatkan masyarakat. Untuk mengantisipasi issue bahaya lubang tambang, KPC menggelar sosialisasi yang melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, Camat dan Kapolsek setempat. Sasaran sosialisasi adalah masyarakat desa di dua kecamatan, Sangatta Utara dan sangatta Selatan yang berdampingan langsung dengan operasi tambang. Sosialisasi yang bersifat dialogis tersebut, dihadiri semua ketua RT yang diharapkan akan menjadi penyambung informasi kepada warga. Langkah ini dikategorikan sebagai bagian dari manajemen risiko.

KPC juga membuka diri kepada masyarakat yang ingin melihat langsung proses penambangan dan reklamasi sebagai bagian kampanye PR. Keterbukaan ini berlaku untuk semua lapisan masyarakat, seperti pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, hingga mahasiswa dan pelajar. Berdasarkan data yang ada, jumlah kunjungan ke tambang KPC dalam tahun 2019 mencapai 153, dengan total individu mencapai 5.276 orang. Kunjungan tersebut hampir merata setiap bulan, dengan sebaran sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah kunjungan tamu KPC tahun 2019

Januari-Desember 2019
Bulan Jan Peb Mar Apr May Jun
Jumlah 13 18 14 20 9 7
Bulan Jul Aug Sep Okt Nov Des
Jumlah 14 10 7 13 13 15
Total Kunjungan : 153

Selain itu, untuk menjembatani munculnya keluhan dan persoalan yang muncul di masyarakat, KPC mendesain program Community Feedback System (CFS). Program ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan keluhan masyarakat. Keluhan yang sudah didokumentasikan, selanjutnya ditindaklanjuti secara proporsional sesuai prosedur yang berlaku. Hasil akhir yang ingin diraih dari program ini adalah terciptanya hubungan harmonis dengan masyarakat, yang berujung perolehan ijin sosial untuk beroperasi.

Bentuk keluhan disampaikan melalui berbagai cara, seperti surat, masyarakat datang langsung ke kantor, atau bahkan beraksi di area kerja tambang. Berdasarkan data 2015-2019, jumlah pengaduan yang masuk mencapai 41 kasus. Keluhan tersebut bisa digolongkan pada dua kelompok, yaitu dampak penambangan terhadap lingkungan dan persoalan sosial. Berdasar data yang masuk, persoalan lingkungan yang menjadi fokus keluhan masyarakat mencakup issue banjir, blasting, debu tambang, kualitas air dari kolam tambang. Sedangkan issue sosial umumnya terkait dengan issue tenaga kerja lokal, kontraktor lokal,  dan issue lahan. Sebaran masing-masing issue bisa dilihat dalam table berikut:

Tabel 2. Data community feedback system 2015-2019 KPC

Issue Tahun Status
2015 2016 2017 2018 2019
Banjir 3 3 3 solved
Blasting 1 11 3 2 1 solved
Debu Tambang
Kualitas Air 2 1 solved
Tenaga Kerja Lokal
Kontraktor Lokal
Lahan 2 3 2 3 1 solved
TOTAL 6 19 8 6 2  

Selain menggunakan model two-way symmetrical, model lain yang digunakan adalah public information. Langkahini diimplementasikan dalam bentuk publikasi media, termasuk media sosial. KPC menggandeng sejumlah media lokal untuk mempublikasikan kinerja dan capaiannya.  Penyebaran informasi juga dilakukan ke internal karyawan melalui majalah yang diterbitkan berkala. Selain media konvensional, langkah publikasi juga dilakukan melalui media sosial. KPC menyadari bahwa di era digital saat ini, media sosial menjadi alternatif penyebaran informasi yang sangat efektif.

Media sosial KPC yang saat ini ada adalah facebook (PT Kaltim Prima Coal), instagram (kaltimprimacoal), dan youtube (prima tube). KPC mempublikasikan semua kegiatan terkait operasi penambangan, program lingkungan, dan program sosial kemasyarakatan di media social tersebut.

Karyawan Sebagai Agen PR

Penyebaran informasi yang begitu cepat di era digital saat ini, membutuhkan gerak cepat seluruh elemen. Secara mandatori, tugas terkait komunikasi dan publikasi memang berada di tim PR. Namun demikian, jumlah tim PR yang kadang terbatas berpengaruh pada kecepatan dan jangkauan komunikasi perusahaan. Selain keterbatasan tersebut, kinerja tim PR memiliki kecenderungan formal. Disisi lain, di era industri 4.0 saat ini, komunikasi harus bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah komunikasi informal.

Menangkap kondisi tersebut, KPC memberdayakan seluruh karyawan sebagai agen PR. Tentu saja, juru bicara dalam kontek ini bersifat non formal, seperti obrolan santai warung kopi. Juru bicara dalam arti formal, yang dikenal dengan istilah “spoke person” tentu saja harus dikeluarkan dari satu pintu yang tertumpu pada manajemen yang memang ditugasi untuk hal tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan komunikasi tentang suatu isu antara pihak korporasi dengan publik.

Dengan langkah ini diharapkan publikasi KPC bisa menjangkau semua lapisan, dari komunitas warung kopi hingga kaum professional. Melibatkan karyawan secara keseluruhan untuk menjadi agen PR, tentu saja harus disertai langkah membekali mereka dengan informasi terkait perusahaan. Karyawan harus memiliki pemahaman yang komperehensif tentang kegiatan dan capaian yang ada. Pemahaman tersebut menjadi bekal penting ketika mereka akan berbincang ataupun menyanggah pendapat kurang tepat yang beredar di masyarakat.

Materi mendasar yang harus dipahami karyawan mencakup informasi produksi, pengelolaan lingkungan, kegiatan sosial kemasyarakatan, dan juga nilai-nilai yang dianut korporasi. Pemasyarakatan informasi tersebut dilakukan melalui beberapa kegiatan, seperti sharing session, value talk, safety talk, program induction karyawan baru, dan pemanfaatan media sosial dan majalah internal. Media komunikasi tersebut tidak selalu bersifat top down, dari manajemen untuk karyawan. Sharing session misalnya, menjadi ajang sesama karyawan dari berbagai divisi untuk berbagi informasi kegiatan dan capaian divisi. Program ini digelar berkelanjutan sebagai bagian dari kegiatan internal training.

KPC dalam Pemberitaan

Berbagai langkah PR yang ditempuh berdampak signifikan pada opini publik terhadap KPC. Dalam tulisan ini, peneliti tidak melakukan survey opini secara khusus. Data opini publik terhadap KPC diambil dari data analisa berita yang ada di media massa, baik media cetak maupun elektronik. Pertimbangannya adalah, opini yang muncul terkait KPC muncul dari berbagai lapisan masyarakat, seperti pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, para akademisi, dan masyarakat umum dari berbagai profesi.

Analisa opini berdasarkan pemberitaan media massa telah dilakukan KPC sejak tahun 2003. Dalam tulisan ini, data opini publik diambil dari data media analisis Januari -Desember 2019. Pemilihan rentang waktu tersebut didasarkan pertimbangan penyajian data opini terbaru. Hal tersebut diharapkan menggambarkan opini yang saat ini ada. Data yang ditampilkan dibatasi pada analisa pada media massa lokal cetak dan online yang penyebarannya seputar Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Pertimbangannya, opini lokal akan terkait dan berdampak langsung pada operasi perusahaan. Berikut data opini publik yang terlihat dalam media analisis 2020.

Tabel 3. Data media monitoring KPC tahun 2019

Data tersebut menunjukkan bahwa opini positif terhadap KPC masih pada rating yang sangat tinggi. Ini membuktikan bahwa meski secara umum opini publik tentang tambang terpapar informasi negatif, namun opini terhadap KPC sebagai sebuah korporasi tetap baik. Upaya KPC menyebarkan informasi kinerja dan prestasinya,  berdampak signifikan pada pemahaman publik terhadap KPC.

Opini positif terhadap KPC tidak hanya tercermin dalam pemberitaan semata, namun bisa dilihat dalam realita. Operasi penambangan KPC terbilang sangat kondusif, terbukti tidak adanya demonstrasi ataupun penghentian operasi perusahaan oleh kelompok-kelompok tertentu. Berdasarkan data yang ada, demonstrasi yang berakibat terhentinya operasi perusahaan terjadi terakhir tahun 2000. Sejak tahun 2001 hingga sekarang, kondisi tersebut tidak ditemui di perusahaan yang sudah berusia 37 tahun ini.

KESIMPULAN

Dari semua pembahasan di atas, bisa disimpulkan bahwa PR berperan besar dalam membentuk opini publik. Opini positif publik menjadi modal besar bagi pembentukan reputasi korporasi. Reputasi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelancaran operasi korporasi. Dengan bekal opini positif dan reputasi baik, korporasi akan mudah mendapatkan ijin sosial untuk beroperasi.

Berbagai langkah PR yang dilakukan KPC berdampak signifikan terhadap opini positif publik. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pemberitaan positif KPC di media massa. Selain itu, tidak ada unjuk rasa masyarakat yang berdampak pada penghentian operasi perusahaan.

Pelibatan karyawan sebagai agen PR harus terus dioptimalkan. Sebab, komunikasi aktif dengan stakeholder tidak bisa hanya mengandalkan staf PR dalam kontek formal. Karyawan adalah juru bicara di tingkat lapangan yang turut mempengaruhi pembentukan opini public terhadap korporasi.

DAFTAR PUSTAKA

Austin, L. & Jin, Y. (2017). Social media and crisis communication. New York, Amerika: Routledge

ESDM. (2019). Capaian Kinerja Minerba 2018: Akselerasi Perizinan Clean and Clear, PNBP Lebihi Target,  data diperoleh melalui situs internet  https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/capaian-kinerja-minerba-2018-akselerasi-perizinan-clean-and-clear-pnbp-lebihi-target-divestasi-freeport-tuntas, diunduh tgl 5 September 2019

Ferrance, E. (2000). Action Research. New York: Brown University

Griffin, A. (2014). Crisis, issues and reputation managemen. UK: British Library Cataloguing-in-Publication Data

Harrison, Kim. (2011). Strategic Public Relations: A Practical guide to succes. Sydney: Palgrave Macmillan

Meyer, J. (2000). Qualitative research in health care Using qualitative methods in health related action research. Diperoleh dari https://www.researchgate.net/publication/12679212_Qualitative_research_in_health_care_using_qualitative_methods_in_health_related_Action_Research

Miles, M. B., Huberman, A. B., & Saldana, J. (2014). Qualitative data analysis a methods sourcebook (3rd ed.). California, USA: Sage.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ndlela, M. N. (2019).  Crisis Communication A Stakeholder Approach. Switzerland: Library Congress

Tench, R. & Yeomans, L. (2017). Exploring public relations global strategic communication. Edenburg, UK: Pearson Educated Limited.

Walaski, P. (2011). Risk and crisis communications : methods and messages. London, UK: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.

error: Content is protected !!